A. Identitas
Buku
Judul Buku : Sketsa
Terakhir
Nama Pengarang : kei Larasati dan Vanny PN
Penyunting : Clara Ng
Nama Penerbit : PlotPoint Publishing
Tahun Terbit : 2013
Cetakan : ke-1
Tebal : 237 halaman
ISBN 978-602-9481-37-2
B. Analisis
Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik.
1.
Instrinsik
a)
Tema : Perjuangan Hidup dan
cinta
Perjuangan hidup dan cinta yang dimaksud adalah
perjuangan hidup seorang Tio melawan penyakitnya dan perjuang ditinggal sendiri
oleh ibu “Tujuh belas tahun buka waktu yang singkat. Selama itu pula ibunya
telah meninggalkan Tio untuk berjuang sendirian. Tio masih terlalu kecil untuk
tahu lebih detail tentang penyakit sang ibu. Yang dia tahu, kanker telah
mengalahkannya.” (hal. 6) dan ayahnya. Lalu setelah lulus kuliah, Tio bersama
Martin harus berjuang membangun perusahaan yang telah mereka rintis.
Lalu ada pula perjuangan
cinta, karena perjuangan cintanya Dru terhadap Tio yang hanya bertepuk sebelah
tangan hingga akhirnya membuahkan hasil. Dan perjuangan Tio merebut kembali
cinta Drupadi. “tapi, sepertinya cinta memang membuat seseorang kehilangan akal
sehat. Dan di sinilah aku, akhirnya memahami apa yang selama ini hatiku
berusaha sampaikan. Aku mencintaimu Dru.” (hal. 211)
b)
Tokoh :
Penokohan dan perwatakan
Ø Tio
Ananta : tokoh utama, yang sangat tampan, suka menggambar, sangat menyanyangi
ibunya, sensitif karena diagnosis dokter, putus asa terhadap penyakitnya,
membenci bapaknya, suka terhadap rena, tidak menyadari bahwa Ia mencintai Dru,
pencinta kopi
1. Tampan
: “Dan saya berhasil menaklukan lelaku paling tampan yang pernah saya kenal.”
kekehnya pada perawat yang sama di lain hari
“Dia tidak sadar tentu saja, bahwa dirinya
tampan” (hal. 2)
“Tio memang tampan. Tubuhnya jangkung dengan
rambut hitam yang agak acak-acakan, apalagi sehabis mengejar elevator tadi.
Poninya sedikit jatuh menutupi sepasang mata tajam yang dinaungi alis tebal.”
(hal. 15)
Dari kutipan tersebut menyatakan bahwa Tio
adalah orang yang tampan.
2. Suka
menggambar
“lelaki yang suka menggambar… lelaki yang ia
cintai dengan sangat..” perasaan Dru kepada Tio (hal. 4)
“Pensil Tio menari di atas kertas, dengan
lincah membuat arsiran, atau membentuk lengkungan” hal. 76
Dari kutipan tersebut menyebutkan bahwa Tio
sangat suka menggambar
3. sayang
kepada ibunya
“Tapi di antara nisan itu, terbaring tubuh
Ratih, Ibunya. Satu-satunya orangtua yang dikasihi dan mengasihinya,” (hal.5)
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa Tio
sangat sayang kepada ibunya
4. Pencinta
kopi
“Dia agak rewel soal kopi, daripada nanti
mengeluh soal kopi yang disajikan klien lebih baik dia membuat sendiri…”
5. Emosi
tidak stabil setelah tau penyakitnya
“Tio tampak bersungut-sungut.” hal 65
6. Cinta
kepada Rena, pengecut tidak bisa bilang ke rena
“Dia punya waktu tujuh tahun untuk mengucao
cinta. Namun perasaan yang begitu besar, entah mengapa tak sanggup
diungkapkan.” hal. 77
Ø Drupadi
: tokoh pendukung perempuan pertama, seorang wanita yang cantik, sangat
mencintai Tio, tunangan Tio, keras kepala
1. Wanita
yang cantik
“Umur telah merentakannya, mengendurkan
kulitnya, membuat tak sanggup lagi berjala. Namun senyum yang terukir tiap kali
dia memandang langit membuatnya terlihat beberapa tahun lebih muda. Ada garis
yang terbentuk di wajahnya yang mengisyaratkan bahwa ia dulu seorang perempuan
cantik” (Hal.2)
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa Drupadi
adalah wanita yang cantik
2. Sangat
mencintai Tio
“Dia
memiliki ritual pagi hari, yaitu menyapa langit, menyapa kekasihnya.” (Hal.1)
“lelaki yang suka menggambar… lelaki yang ia
cintai dengan sangat..” perasaan Dru kepada Tio (hal.4)
“Tio, bisik perempuan muda itu. Seakan dengan
begitu, dia bisa meredakan rasa rindu yang meluap didadanya” (hal.7)
Dari kutipan tersebut menyatakan bahwa Drupadi
sangat mencintai Tio
3. Tunangan
Tio
“Dadanya membuncah dengan kebahagiaan saat
teringat enam bulan lagi, dia akhirnya bakal menyandang gelar Nyonya Ananta”
(Hal.7)
Dari kutipan diatas menyiratkan bahwa Drupadi
adalah Tunangan Tio
4. Keras
kepala
Tio menyerah, “kamu keras kepala sekali.”
“asal kamu tahu, keras kepala yang membuat aku
bisa bertahan di sini, sampai saat ini.” hal 53
Ø Martin
: adalah tokoh pendungkung atau tirtagonis, orang yang sangat ramah, asik,
friendly, suka sama Drupadi tetapi tidak ingin merebut Dru dari Tio, sahabat
Tio
1. Orang
yang sangat ramah, asik, friendly
“sesekali dia mendongak oada lawan bicaranya,
memasang senyuman dan mengangguk menanggapi” (hal. 10)
2. Sahabat
Tio
“Martin adalah sabat sekaligus rekan dalam
mendirikan Ruang Desain, perusahaan kecil….” hal. 12
Ø Renata
Karim : adalah tokoh pendukung ketiga, dia orangnya sangat cantik, ketika
kuliah sering diminta untuk menjadi model club fotografi, sangat mencintai seni
tetapi di tentang oleh keluarganya, tidak percaya cinta, seorang pelukis,
sangat ramah, dan asyik
1. Cantik
dan sering diminta untuk menjadi model club fotografi
“ kata mereka, kamu janju mau jadi model foto
buat tes masuk calon anggota klub fotografi” Hal. 48
2. Seorang
pelukis
“sebagai seorang pelukis yang telah memiliki
nama di negeri orang, sekaligus seorang profesor” hal 70
3. Tidak
percaya cinta
“Rena memang tidak percaya cinta” hal. 77
4.
Ramah dan asyik
Ketika pertama kali bertemu dengan Dru, Rena
sangat ramah dan asyik, seperti pada halaman 47
“karena kita berteman sekarang, maka aku akan
memanggilmu Dru.” senyuman lebar terbentuk di wajah Rena. Keramahannya me,buat
Dru merasa langsung nyaman padahal baru saja mereka bertemu.”
Ø Lintang
: Anaknya Drupadi, seorang ibu yang menuntun anaknya
“Hush, Al, nggak boleh ngomong begitu sama
Nenek.” tegur Lintang, Ibu Al, pada anaknya.
Ø Al
: cucunya Drupadi, Anaknya, suka menggambar
1. Cucunya
Drupadi
“Al,” perempuan itu memeluk erat cucunya,
mencium puncak kepalanya yang wangi stroberi
2. Suka
menggambar
Lintang mengangguk, “daripada dia menggambar di
dinding,” (hal 4)
“Al tertawa senang, lalu turun dari pangkuan
neneknya dan mulai membuka buku sketsanya di lantai. Dia mengeluarkan pensil
dari dalam tas sandang mungilnya dan mulai mencoret-coret garis-garis
berantakan.”
Ø Dharma
: Ayah Tio, mempunyai rasa bersalah karena lebih mementingkan pekerjaan
dibandingkan dengan keluarga.
“Dalam hati dia bersyukur Tio mendapatkan
seseorang yang memperhatikannya. Anak itu membutuhkannya. Setelah sekian lama
berjuang sendiri tanpa mengandalkan siapa-siapa. Rasa bersalah lalu datang
menusuknya.
Maafkan Ayah, Tio…” hal.
108
Ø Ratih
: ibunya Tio yang telah meninggal karena penyakit luekimia
“Deretan nisan dengan gundukan tanah merah yang
diselingi hijau rerymputan itu seakan menyerap semua kehidupan dari dirinya.
Tapi diantara gundukan nisan itu, terbaring tubuh Ratih, ibunya. Satu-satunta
orangtua yang dikasihi dan mengasihinya.” hal 5
“Saat ini Tio merasa takut. Gambaran tentang
hari demi hari saat penyakit itu mulai menetap di tubuh ibunya rerbayang lagi diingatannya.
Dia berdoa semoga apa yang dialaminya akhir-akhir ini bukan merupakan gejala
penyakit yang sama.” hal 6
Ø Anna
: figuran yang anak calon kline Martin dan Tio
“Anna adalah anak calon klinenya, Pak Sigit
Wijaya…”
Ø Dokter
Eka : Dokter yang mengdiagnosis Tio terkena Lukemia
“saya ingin memastikan apakah gejala-gejala
yang kamu alami mengarah pada..…” Dokter Eka berhenti sebentar, seakan tak
mampu mengucapkannya “Luekemia,” hal. 31
Ø Dokter
Herman : dokter spesialis kanker dari darmais, yang mendiagnosis Tio bahwa umur
tio tidak akan panjang.
“tidak bisa dipastikan, semuanya tergantung
kondisi dan daya tahan tubuh pasien. Tapi dengan keadaan seperti kamu sekarang
ini, kemungkinan dua sampai lima tahun.”
c) Latar
:
Ø Tempat
:
1. Rumah
sakit
“Rumah sakit ini berawal dari sebuah desain
yang dibuat oleh….” (hal. 212)
“Di sebuah dinding lobi bangunan rumah sakit
itu……..” (hal.217)
2.
Hakodate
“Pekerjaanya sebagai asisten direktur di
Perusahaaan ekspor-impor hasil laut telah membawanya ke Pulau Hokkaido ini….”
Hal. 7
3.
Pemakaman Tanah kusir
“Deretan nisan dengan gundukan tanah merah yang
diselingi hijau rerumputan…” (hal.5)
4.
Evalator kantor
“secepat yang bisa dibawa kakinya, dia melesat
menuju lobi, saat dilihatnya pintu evalator yang mulai bergerak menutup.” hal.
14
5. ITB
“Ini pertama kalinya Dru menghirup udara di
salah satu universitas negeri bandung.” hal 46
6. Flat
di London
“Ribuan mil dari Jakarta ke sebuah flat yang
terletak tidak jauh dari waterloo bridge” hal.69
7. Studio
Perancang Arsitektur
“seorang petugas cleaning service tampak
menyapu koridor depan studio sambil sesekali menyenandungkan lagu dangdut.
Sementara itu, seorang mahasiswa terlihat tekun menggambar rancangan bangun
diatas selembar kertas kalikir.” hal. 91
8. Galeri
seni di Kemang Timur
“Perjalanan tak tentu arah membawa dirinya ke
kawasan Kemang. Denyut kehidupan masih terasa di sana walaupun malam itu bukan
akhir pekan. Diantara deretan bangunan di Kemang Timur, matanya tertumbuk pada
sebuah galeri seni yang tampak masih ramai.” hal. 66
9. Tempat
peminjaman baju pengantin
“Tio memarkirkan Mobilnya sembarangan di depan
sebuah bangunan berarsitektur Jawa, lengkap dengan pendopo dan chandelier
yang memancarkan cahaya kuning muram. Becek akibat hujan deras diterabas begitu
saja oleh Tio. Satu hal yang luput dari perhitungannya adalah bahwa hari ini
hari Jumat, hari termacet. Tak terbayangkan padatnya jalanan, sehingga memakan
waktu nyaris dua jam.
Dru duduk di kursi kayu yang ada di pendopo,
wajahnya datar tanpa ekspresi. Tio memperhatikan bahwa tempat peminjaman baju
pengantin itu telah sepi. Jendela-jendelanya yang besar telah ditutup, bahkan
tempat parkir pun sudah kosong hanya menyisakan mobilnya dan mobil Dru yang
basah kena Hujan.” Hal. 136-137
Ø Waktu
:
1. Pagi
hari
“oleh karena itu, dia memiliki ritual pagi
hari, yaitu….” (hal. 1)
2. Malam
hari
“ malam itu, Tio tidak bisa tidur” hal. 66
3. Sore
hari
“Sinar matahari sore menyelip masuk lewat tirai
yang tersingkap. Menciptakan garis keemasan yang jatuh menimpa lantai kramik
putih dibawahnya.” hal 215
4.
Jumat
“Satu hal yang luput dari perhitungannya adalah
bahwa hari ini hari Jumat, hari termacet. Tak terbayangkan padatnya jalanan,
sehingga memakan waktu nyaris dua jam.” hal. 136
5. Sehabis
Hujan
“Becek akibat hujan deras diterabas begitu saja
oleh Tio. Satu hal yang luput dari perhitungannya adalah bahwa hari ini hari
Jumat, hari termacet. Tak terbayangkan padatnya jalanan, sehingga memakan waktu
nyaris dua jam.
Dru duduk di kursi kayu yang ada di pendopo,
wajahnya datar tanpa ekspresi. Tio memperhatikan bahwa tempat peminjaman baju
pengantin itu telah sepi. Jendela-jendelanya yang besar telah ditutup, bahkan
tempat parkir pun sudah kosong hanya menyisakan mobilnya dan mobil Dru yang
basah kena Hujan.” Hal. 136-137
6.
Tiga tahun kemudian
“Tio telah enam bulan pergi, setelah dua tahun
lebih bertahan dan berjuang melawan kanker yang menggerogotinya.” hal. 213
Ø Suasana
:
1. Rindu
“saya seolah sedang bercakap-cakap dengannya”
hal. 1
2. Tidak
nyaman
“Betapapun seringnya ke sini, dia tak kunjung
terbiasa dengan suasanany. Angin yang seharusnya menyejukan terasa kering dan
mengkis kulitnya.” hal.5
3. Antara
percaya dan tidak percaya
saat tio di diagnosis, Ia mengindap Luekemia
“Mana mungkin, kata hatinya. Tetapi, mungkin
saja, bisik otaknya.” hal.31
4.
Sepi
Dru duduk di kursi kayu yang ada di pendopo,
wajahnya datar tanpa ekspresi. Tio memperhatikan bahwa tempat peminjaman baju
pengantin itu telah sepi. Jendela-jendelanya yang besar telah ditutup, bahkan
tempat parkir pun sudah kosong hanya menyisakan mobilnya dan mobil Dru yang
basah kena Hujan.” Hal. 136-137
5. Kecewa
“aku
bisa menerima keterlambatanmu, kita bisa di schedule fitting besok atau lusa.
Tapi yang aku tidak sangka adalah kamu berani berbohong.” Hal 137 sampai 138
6. Menyesakan
“Tio
menunduk. Di sinilah akhirnya, ujung segala sandiwara, segala basa- basi,
segala keterpaksaan atau benarkah begitu? Mengapa hatinya terasa nyeri?
Mendengar perkataan Dru? Seharusnya Ia meloncat kesenangan, kan sekarang Ia
bebas.” hal. 140
7. Haru
bahagia
“Aku tidak tahu apakah aku harus berlutut atau
tidak, atau kalimat mana yang harus aku ucapkan supaya tidak terdengar terlalu
norak.” Tio berdeham. “Tapi, sepertinya cinta memang membuat seseorang
kehilangan akal sehat. Dan disinilah aku, akhirnya memahami apa yang selama ini
hatiku berusaha sampaikan. Aku mencintaimu, Dru”
Tio menunggu, membiarkan kalimat-kalimatnya
terserap. Kemudian, “Aku mencintaimu, dan ingin menukah denganmu. Maukah kamu
menjadi istriku?”
Dru tidak menjawab, tapi Ia memeluk erat leher
Tio. “haruskah aku menjawab?” Bisik Dru di telinga Tio.
“sepertinya aku tahu jawabannya, tapi aku tidak
keberatan untuk sekali lagi mendengarnya,” jawab Tio, semakin mengeratkan
pelukannya di pinggang gadis itu.
“Yes, Tio, I do....” Kebahagiaan
murni menyeruak dari kalimat pendek Dru itu.
d)
Alur :
Alur yang ada di novel ini maju mundur maju,
untuk setiap adegan yang flashback di tandai dengan tulisan miring
seperti pada bab dua.
“Tio meringis. Pijakan kakinya…..senyuman gadis
itu membuatnya tak keberatan dengan rasa sakit di tangan kanannya. Perlahan
diraihnya tangan gadis itu.” hal. 23-34
Lalu novel ini di mulai pada masa depan, lalu
dibab pertama masa sekarang, ada beberapa flashback di setiap babnya, hingga
epilog di masa depan.
Adapun alur
Ø Perkenalan
Pembukaan cerita dimulai dari Prolog yaitu pada
masa depan, yaitu pada halaman 1
“ Prolog
Perempuan tua itu pernah bilang, sesungguhnya
hidup tidak berakhir ketika nyawa meninggalkan badan, melainkan tersambung di
atas sana, entah lapis langit keberapa. Mereka telah pergi hanya melanjutkan
hidup di tempat yang berbeda, memantau kita yang masih menghuni bumi dari
tempatnya yang tinggi. Oleh karena itu, dia memiliki ritual pagi hari, yaitu
menyapa langit, menyapa kekasihnya.”
Untuk perkenalan konflik cerita dimulai dari Tio
merasa penyakit ibunya akhir-akhir ini sedang mengenyam ditubuhnya halaman 6.
“Saat ini Tio merasa takut. Gambaran tentang
hari demi hari saat penyakit itu mulai menetap di tubuh ibunya rerbayang lagi
diingatannya. Dia berdoa semoga apa yang dialaminya akhir-akhir ini bukan
merupakan gejala penyakit yang sama.”
Ø Penanjakan
Konflik
Penanjakan konflik cerita ini ada di halaman 20
sampai 21 yaitu saat dimana Tio pingsan,
“Tisu? Untuk apa?
Tapi dengan segera Tio merasakamn sesuatu
mengarilo pelan dari hidungnya. Diangkatnya punggung tangan untuk mengusap.
Mimisan?
Sedikit panik dan canggung, tio berdiri dari
kursinya. “maaf saya permisi ke toilet dulu. Saya..”
Kalimat itu tidak pernah selesai. Kepala Tio
kiat berdentam. Tubuhnya makin terasa melayang. Kakinya bahkan serasa tak
menyentuh lantai berkapet tebal itu. Pandangannya kabur tanpa fokus.
Samar-samar dilihatnya Martin mengulurkan tangan untuk membantu. Tetapi
badannya kian limbung, dan Tio pin ambruk.”
Setelah Tio pingsan ternyata Tio menderita
penyakit Luekimia, seperti yang dibicarakan dokter Eka, di halaman 31.
“saya ingin memastikan apakah gejala-gejala
yang kamu alami mengarah pada..…” Dokter Eka berhenti sebentar, seakan tak
mampu mengucapkannya “Luekemia,”
Karena dokter Eka, menyarankan Tio untuk
memeriksakaan penyakitnya ke rumah sakit Dharmais, Tio pun mengikuti
bermacam-macam pemeriksaan dan ternyata apa yang Tio alami, sama dengan apa
yang Ibunya alami.
“Saya sudah membaca hasil diagnosis Bapak Tio,”
dokter Herman membuka ucapannya. “Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan
jumlah sel darah putih yang sangat tinggi, dan penurunan jumlah trombosit dan
hemogoblin dalam sel-sel darah merah.”
This is not gonna be good, Tio menunggi dengan
jantung berdegup kencang. Tanpa sadar, dia mengelap telapak tangannya yang
berkerungat pada celana jins.
“Pak Tio,” Dokter Herman berkata, “Tidak ada
cara yang mudah untuk mengatakan hal ini, tetapi baik hasil pemeriksaan dan
gejala-gejala yang ditunjjukkan oleh tubuh Anda, menunjjukan bahwa terdapat
sel-sel luekimia dalam darah Anda.”
Kalimat terakhir Dokter Herman terdengar
seperti kaset rusak di telinga Tio, berat, lambay dan dipanjang-panjangkan.
Leeuuukeemiiaaaa….
Ø Klimaks
Setelah Tio didiagnosis dokter, Tio memberitahu
Dru, Dru dengan sepenuh hati menemani Tio kemoterapi, membuatkan masakan dan
selalu ada untuk Tio,
Klimaks dari cerita ini adalah, ketika rena
datang dan Tio yang ada janji dengan Dru untuk fitting baju pun Ia lupakan
sehingga, membuat Dru memutuskan pertunangan mereka.
“Sebaiknya kta berpisah. Iya lebih baik kita
akhiri saja kepura-puraan selama ini,” Dru berkata pelan.
Tio menunduk. Di sinilah akhirnya, ujung segala
sandiwara, segala basa- basi, segala keterpaksaan atau benarkah begitu? Mengapa
hatinya terasa nyeri? Mendengar perkataan Dru? Seharusnya Ia meloncat
kesenangan, kan sekarang Ia bebas.” hal 139-140
Ø AntiKlimaks
Anti klimaksnya adalah saat Tio bertemu kembali
dengan Rena, membicarakan tentang diri masing-masing, saat itu Tio menyadari
bahwa selama ini Ia mencintai Dru, dan mencoba untuk memperbaiki semuanya.
“Perbincangannya dengan Rena tadi membuat Tio
tersadar, bahwa sesungguhnya dia sangat merindukan Dru. Betapa banyak yang
telah dilakukan Dru untuknya. Betapa besar pengorbanan Dru. Dan betapa dia
telah menyakiti gadis itu
Sesuai perintah Tio, taksinya berbelok ke
sebuah mall di kawasan senayan. Langkah kakinya tegas memasuki toko perhiasan
di salah satu lantainya.
“wedding ring,” ucapannya mantap saat
pramuniaba ramah bertanya apa yang dicarinya
Ya, Tio ingin melamar Dru sekali lagi. Kali ini
dengan separuh tekadnya. Tidak seperti sebelumnya, saat dia tak yakin apa yang
akan dilakukannya. Dia menyesal kalau hal ini tidak dilakukannya. Bodoh
rasanya, menyia-nyiakan gadis sebaik Dru.” (hal. 192)
Ø Penyelesaian
Setelah Tio membeli cincin kembali, dan memulai
mengikuti bidding dari PT Husada sekali lagi, Tio masuk rumah sakit dan
pingsan, ketika sadar Tio mencoba untuk melamar Dru kembali.
“Aku tidak tahu apakah aku harus berlutut atau
tidak, atau kalimat mana yang harus aku ucapkan supaya tidak terdengar terlalu
norak.” Tio berdeham. “Tapi, sepertinya cinta memang membuat seseorang
kehilangan akal sehat. Dan disinilah aku, akhirnya memahami apa yang selama ini
hatiku berusaha sampaikan. Aku mencintaimu, Dru”
Tio menunggu, membiarkan kalimat-kalimatnya
terserap. Kemudian, “Aku mencintaimu, dan ingin menukah denganmu. Maukah kamu
menjadi istriku?”
Dru tidak menjawab, tapi Ia memeluk erat leher
Tio. “haruskah aku menjawab?” Bisik Dru di telinga Tio.
“sepertinya aku tahu jawabannya, tapi aku tidak
keberatan untuk sekali lagi mendengarnya,” jawab Tio, semakin mengeratkan
pelukannya di pinggang gadis itu.
“Yes, Tio, I do....” Kebahagiaan
murni menyeruak dari kalimat pendek Dru itu.
e)
Amanat : ungkapkanlah
perasaanmu, jangan hanya dipendam saja. Teruslah berjuang untuk hidup dan
cintamu
f)
Gaya bahasa
Gaya
bahasa yang digunakan gaya bahasa yang tidak terlalu berat
“bincangan
orang-orang dan keriuhan kendaaraan layaknya berasal dari dimensi yang berbeda”
(hal. 5) dalah majas asosiasi
g)
Sudut pandang
Sudut
pandang yang digunakan dalam novel ini adalah orang ketiga, penulis sebagai
pengamat yang serba tahu. Dari awal hingga akhir sudut pandang novel ini adalah
orang ketiga. “Perempuan tua itu pernah bilang…….” dalam prolog hal.1. lalu
pada bab 1 pun, “Tio berdiri tanpa bergerak…..” hal. 5.
Bab 2
pun sama, “Tio meringis. Pijakan kakinya terasa mantap….” hal 23 bab 7, “Tio
tercenung dibawahnya, membiarkan tiap inci…” hal. 143, hingga epilog pun tetap
orang ketiga yaitu “Dru terbatuk, isak yang tertahan selalu ada….” hal 214.
2.
Ekstrinsik
a)
Latar Belakang Penulis
Ø Vanny
PN
Perempuan ini berdarah campuran Minang - Jawa -
Sunda. Itulah sebabnya dia kerap bingung ketika ditanya asal dari mana. Yang
penting Indonesia. Lahir tahun 1987, bulan Oktober, tanggal 21, di Sawahllunto,
Sumatera Barat. Vanny adalah aeorang karateka, eks duta wisata, penyandang
gelar master pariwisata, penggila baca, dan alumni kelas novel dasar PlotPoint.
Saat ini dia bekerja di sebuah maskapai penerbangan nasional. Semua ditekuni di
kehidupannya yang kadang pedas, kadang gurih, kadang segar, kadang asin. Persis
gado-gado.
Ø Kei
Larasati
Sagitarius dengan golongan
darah B. lulusan Ilmu Komunikasi yang tidak terlalu pandai berkomunikasi. Lebih
senang ngayal dan nulis. Alumni kelas novel dasar PlotPoint. Jatuh cinta dengan
Manchester United. Seneng ngoceh di Twitter di bawah akun @keichirou. Sekarang
jadi editor merangkap penulis di sebuah portal online, cocok buat seseorang
yang dicurigai menderita Grammar Pedantry Syndrome.