Rss

Rabu, 13 Maret 2024

Jatuh Cinta dalam Bayang-Bayang Persahabatan

guys jadi gue iseng bikin outline cerita gt trs minta chatgpt buatin taraa terjadilah cerita ini.. 

silahkan membaca


Di suatu tempat yang tenang di tepi danau, hiduplah seorang pemuda bernama Rama. Dia adalah sosok yang ceria, penuh semangat, dan disukai banyak orang di desanya. Tapi di balik senyumnya yang ramah, terdapat rahasia yang hanya dia dan langit yang tahu.


Rama memiliki perasaan yang lebih dari sekadar pertemanan terhadap seorang gadis bernama Sita. Mereka telah berteman sejak masa kecil dan telah berbagi banyak kenangan bersama. Namun, ketika Rama memutuskan untuk mengubah hubungan mereka menjadi pacaran, itu bukan karena cinta, melainkan hanya ingin mencoba-coba saja.


Sita, gadis yang cerdas dan penuh kelembutan, menerima ajakan Rama tanpa berpikir panjang. Baginya, hubungan mereka hanyalah langkah lebih jauh dari persahabatan biasa, tanpa menyadari bahwa di sudut hatinya, Rama telah menanamkan benih-benih cinta.


Saat hari-hari berlalu, Rama mulai merasakan getaran aneh di dadanya setiap kali bersama Sita. Perasaannya tumbuh dalam diam, seperti bunga yang perlahan-lahan mekar di musim semi. Namun, ketika dia mencoba untuk mengungkapkan perasaannya, Sita tetap menjadi misteri yang sulit dipahami.


Setiap upaya Rama untuk mengungkapkan perasaannya dihalangi oleh ketidakpastian Sita. Dia terjebak dalam kebimbangan, takut akan kehilangan persahabatan mereka jika mencoba mengambil langkah lebih jauh. Namun, cintanya terus berkembang, seiring waktu berlalu.


Suatu hari, di bawah cahaya rembulan yang lembut, Rama dan Sita duduk bersama di tepi danau yang sama tempat mereka sering berbagi cerita-cerita masa kecil. Dalam keheningan malam, Rama akhirnya mengungkapkan isi hatinya, mencurahkan perasaannya yang terpendam kepada Sita.


Sita terdiam sejenak, membiarkan kata-kata Rama mengalir seperti sungai yang tenang. Tiba-tiba, sorot mata Sita berkilau dalam cahaya bulan, dan dia tersenyum. Rasa canggung dan ketidakpastian mereda, digantikan oleh kehangatan dan kebahagiaan.


Di bawah gemerlap bintang, Rama dan Sita menemukan cinta yang selama ini mereka cari. Persahabatan yang tumbuh menjadi cinta membuat mereka semakin dekat, lebih dalam dari sebelumnya. Mereka menyadari bahwa meskipun awalnya tidak ada rasa, tetapi cinta selalu menemukan cara untuk berkembang dalam hati yang tulus.


Dari situlah, kisah cinta mereka yang penuh dengan kesetiaan, pengertian, dan kehangatan dimulai. Mereka menyadari bahwa cinta tidak selalu hadir dengan kilatan petir dan gemerlap bintang, tetapi kadang-kadang tumbuh dalam bayang-bayang persahabatan, menunggu kesempatan untuk bersinar dengan gemilangnya sendiri.

update about my life

Hi Semuanya
udah lama gak bikin blog ya. ohiya aku di sini mau cerita aja sih alhamdulilah aku udah sidang skripsi hahaha trs aku jg sempet pacaran tahun lalu tapi gagal juga sedih deh. dan sampai saat ini aku belum bekerja. menyedihkan yah

Kamis, 02 Juni 2022

My life

 Hai. Long time no see~

Cuman mau cerita aja sih, mungkin org ngira aku orangnya manja. Padahl mah engak:(aku tu anaknya mandiri bgt. Aku bisa ngurus STNK ilang, bayar pajak STNK, ke bengkel, ganti nama PBB, ngambil ektp dan lain2 yg berhubungan admistrasi. Tp semandiri2nta aku ketika ada lelaki yg kenapa harus aku yg ngurus semua itu? Wkwkw payah emg. 

Udh dlu deh, sampai ketemu kapan2

With love 

Rika

Kamis, 3 juni 2022

Senin, 17 Desember 2018

Resensi Novel : Seketsa Terakhir



A. Identitas Buku
Judul Buku                    : Sketsa Terakhir
Nama Pengarang         : kei Larasati dan Vanny PN         
Penyunting                   : Clara Ng
Nama Penerbit             : PlotPoint Publishing
Tahun Terbit                  : 2013
Cetakan                        : ke-1
Tebal                             : 237 halaman
ISBN 978-602-9481-37-2




B. Analisis Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik.
1.     Instrinsik
a)     Tema : Perjuangan Hidup dan cinta
Perjuangan hidup dan cinta yang dimaksud adalah perjuangan hidup seorang Tio melawan penyakitnya dan perjuang ditinggal sendiri oleh ibu “Tujuh belas tahun buka waktu yang singkat. Selama itu pula ibunya telah meninggalkan Tio untuk berjuang sendirian. Tio masih terlalu kecil untuk tahu lebih detail tentang penyakit sang ibu. Yang dia tahu, kanker telah mengalahkannya.” (hal. 6) dan ayahnya. Lalu setelah lulus kuliah, Tio bersama Martin harus berjuang membangun perusahaan yang telah mereka rintis.
Lalu ada pula perjuangan cinta, karena perjuangan cintanya Dru terhadap Tio yang hanya bertepuk sebelah tangan hingga akhirnya membuahkan hasil. Dan perjuangan Tio merebut kembali cinta Drupadi. “tapi, sepertinya cinta memang membuat seseorang kehilangan akal sehat. Dan di sinilah aku, akhirnya memahami apa yang selama ini hatiku berusaha sampaikan. Aku mencintaimu Dru.” (hal. 211)

b)     Tokoh :
Penokohan dan perwatakan
Ø Tio Ananta : tokoh utama, yang sangat tampan, suka menggambar, sangat menyanyangi ibunya, sensitif karena diagnosis dokter, putus asa terhadap penyakitnya, membenci bapaknya, suka terhadap rena, tidak menyadari bahwa Ia mencintai Dru, pencinta kopi
1. Tampan : “Dan saya berhasil menaklukan lelaku paling tampan yang pernah saya kenal.” kekehnya pada perawat yang sama di lain hari
“Dia tidak sadar tentu saja, bahwa dirinya tampan” (hal. 2)
“Tio memang tampan. Tubuhnya jangkung dengan rambut hitam yang agak acak-acakan, apalagi sehabis mengejar elevator tadi. Poninya sedikit jatuh menutupi sepasang mata tajam yang dinaungi alis tebal.” (hal. 15)
Dari kutipan tersebut menyatakan bahwa Tio adalah orang yang tampan.
2. Suka menggambar
“lelaki yang suka menggambar… lelaki yang ia cintai dengan sangat..” perasaan Dru kepada Tio (hal. 4)
“Pensil Tio menari di atas kertas, dengan lincah membuat arsiran, atau membentuk lengkungan” hal. 76
Dari kutipan tersebut menyebutkan bahwa Tio sangat suka menggambar
3. sayang kepada ibunya
“Tapi di antara nisan itu, terbaring tubuh Ratih, Ibunya. Satu-satunya orangtua yang dikasihi dan mengasihinya,” (hal.5)
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa Tio sangat sayang kepada ibunya
4. Pencinta kopi
“Dia agak rewel soal kopi, daripada nanti mengeluh soal kopi yang disajikan klien lebih baik dia membuat sendiri…”
5. Emosi tidak stabil setelah tau penyakitnya
“Tio tampak bersungut-sungut.” hal 65
6. Cinta kepada Rena, pengecut tidak bisa bilang ke rena
“Dia punya waktu tujuh tahun untuk mengucao cinta. Namun perasaan yang begitu besar, entah mengapa tak sanggup diungkapkan.” hal. 77

Ø  Drupadi : tokoh pendukung perempuan pertama, seorang wanita yang cantik, sangat mencintai Tio, tunangan Tio, keras kepala
1. Wanita yang cantik
“Umur telah merentakannya, mengendurkan kulitnya, membuat tak sanggup lagi berjala. Namun senyum yang terukir tiap kali dia memandang langit membuatnya terlihat beberapa tahun lebih muda. Ada garis yang terbentuk di wajahnya yang mengisyaratkan bahwa ia dulu seorang perempuan cantik” (Hal.2)
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa Drupadi adalah wanita yang cantik
2. Sangat mencintai Tio
“Dia memiliki ritual pagi hari, yaitu menyapa langit, menyapa kekasihnya.” (Hal.1)
“lelaki yang suka menggambar… lelaki yang ia cintai dengan sangat..” perasaan Dru kepada Tio (hal.4)
“Tio, bisik perempuan muda itu. Seakan dengan begitu, dia bisa meredakan rasa rindu yang meluap didadanya” (hal.7)
Dari kutipan tersebut menyatakan bahwa Drupadi sangat mencintai Tio
3. Tunangan Tio
“Dadanya membuncah dengan kebahagiaan saat teringat enam bulan lagi, dia akhirnya bakal menyandang gelar Nyonya Ananta” (Hal.7)
Dari kutipan diatas menyiratkan bahwa Drupadi adalah Tunangan Tio
4. Keras kepala
Tio menyerah, “kamu keras kepala sekali.”
“asal kamu tahu, keras kepala yang membuat aku bisa bertahan di sini, sampai saat ini.” hal 53

Ø  Martin : adalah tokoh pendungkung atau tirtagonis, orang yang sangat ramah, asik, friendly, suka sama Drupadi tetapi tidak ingin merebut Dru dari Tio, sahabat Tio
1. Orang yang sangat ramah, asik, friendly
“sesekali dia mendongak oada lawan bicaranya, memasang senyuman dan mengangguk menanggapi” (hal. 10)
2. Sahabat Tio
“Martin adalah sabat sekaligus rekan dalam mendirikan Ruang Desain, perusahaan kecil….” hal. 12

Ø  Renata Karim : adalah tokoh pendukung ketiga, dia orangnya sangat cantik, ketika kuliah sering diminta untuk menjadi model club fotografi, sangat mencintai seni tetapi di tentang oleh keluarganya, tidak percaya cinta, seorang pelukis, sangat ramah, dan asyik
1.     Cantik dan sering diminta untuk menjadi model club fotografi
“ kata mereka, kamu janju mau jadi model foto buat tes masuk calon anggota klub fotografi” Hal. 48
2.     Seorang pelukis
“sebagai seorang pelukis yang telah memiliki nama di negeri orang, sekaligus seorang profesor” hal 70
3.     Tidak percaya cinta
“Rena memang tidak percaya cinta” hal. 77
4.     Ramah dan asyik
Ketika pertama kali bertemu dengan Dru, Rena sangat ramah dan asyik, seperti pada halaman 47
“karena kita berteman sekarang, maka aku akan memanggilmu Dru.” senyuman lebar terbentuk di wajah Rena. Keramahannya me,buat Dru merasa langsung nyaman padahal baru saja mereka bertemu.”

Ø  Lintang : Anaknya Drupadi, seorang ibu yang menuntun anaknya
“Hush, Al, nggak boleh ngomong begitu sama Nenek.” tegur Lintang, Ibu Al, pada anaknya.

Ø  Al : cucunya Drupadi, Anaknya, suka menggambar
1. Cucunya Drupadi
“Al,” perempuan itu memeluk erat cucunya, mencium puncak kepalanya yang wangi stroberi
2. Suka menggambar
Lintang mengangguk, “daripada dia menggambar di dinding,” (hal 4)
“Al tertawa senang, lalu turun dari pangkuan neneknya dan mulai membuka buku sketsanya di lantai. Dia mengeluarkan pensil dari dalam tas sandang mungilnya dan mulai mencoret-coret garis-garis berantakan.”

Ø  Dharma : Ayah Tio, mempunyai rasa bersalah karena lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan dengan keluarga.
“Dalam hati dia bersyukur Tio mendapatkan seseorang yang memperhatikannya. Anak itu membutuhkannya. Setelah sekian lama berjuang sendiri tanpa mengandalkan siapa-siapa. Rasa bersalah lalu datang menusuknya.
Maafkan Ayah, Tio…” hal. 108

Ø  Ratih : ibunya Tio yang telah meninggal karena penyakit luekimia
“Deretan nisan dengan gundukan tanah merah yang diselingi hijau rerymputan itu seakan menyerap semua kehidupan dari dirinya. Tapi diantara gundukan nisan itu, terbaring tubuh Ratih, ibunya. Satu-satunta orangtua yang dikasihi dan mengasihinya.” hal 5
“Saat ini Tio merasa takut. Gambaran tentang hari demi hari saat penyakit itu mulai menetap di tubuh ibunya rerbayang lagi diingatannya. Dia berdoa semoga apa yang dialaminya akhir-akhir ini bukan merupakan gejala penyakit yang sama.” hal 6

Ø  Anna : figuran yang anak calon kline Martin dan Tio
“Anna adalah anak calon klinenya, Pak Sigit Wijaya…”

Ø  Dokter Eka : Dokter yang mengdiagnosis Tio terkena Lukemia
“saya ingin memastikan apakah gejala-gejala yang kamu alami mengarah pada..…” Dokter Eka berhenti sebentar, seakan tak mampu mengucapkannya “Luekemia,” hal. 31

Ø  Dokter Herman : dokter spesialis kanker dari darmais, yang mendiagnosis Tio bahwa umur tio tidak akan panjang.
“tidak bisa dipastikan, semuanya tergantung kondisi dan daya tahan tubuh pasien. Tapi dengan keadaan seperti kamu sekarang ini, kemungkinan dua sampai lima tahun.”

c)     Latar :
Ø  Tempat :
1. Rumah sakit
“Rumah sakit ini berawal dari sebuah desain yang dibuat oleh….” (hal. 212)
“Di sebuah dinding lobi bangunan rumah sakit itu……..” (hal.217)
2.     Hakodate
“Pekerjaanya sebagai asisten direktur di Perusahaaan ekspor-impor hasil laut telah membawanya ke Pulau Hokkaido ini….” Hal. 7
3.     Pemakaman Tanah kusir
“Deretan nisan dengan gundukan tanah merah yang diselingi hijau rerumputan…” (hal.5)
4.     Evalator kantor
“secepat yang bisa dibawa kakinya, dia melesat menuju lobi, saat dilihatnya pintu evalator yang mulai bergerak menutup.” hal. 14
5.     ITB
“Ini pertama kalinya Dru menghirup udara di salah satu universitas negeri bandung.” hal 46
6.     Flat di London
“Ribuan mil dari Jakarta ke sebuah flat yang terletak tidak jauh dari waterloo bridge” hal.69
7.     Studio Perancang Arsitektur
“seorang petugas cleaning service tampak menyapu koridor depan studio sambil sesekali menyenandungkan lagu dangdut. Sementara itu, seorang mahasiswa terlihat tekun menggambar rancangan bangun diatas selembar kertas kalikir.” hal. 91
8.     Galeri seni di Kemang Timur
“Perjalanan tak tentu arah membawa dirinya ke kawasan Kemang. Denyut kehidupan masih terasa di sana walaupun malam itu bukan akhir pekan. Diantara deretan bangunan di Kemang Timur, matanya tertumbuk pada sebuah galeri seni yang tampak masih ramai.” hal. 66
9.     Tempat peminjaman baju pengantin
“Tio memarkirkan Mobilnya sembarangan di depan sebuah bangunan berarsitektur Jawa, lengkap dengan pendopo dan chandelier yang memancarkan cahaya kuning muram. Becek akibat hujan deras diterabas begitu saja oleh Tio. Satu hal yang luput dari perhitungannya adalah bahwa hari ini hari Jumat, hari termacet. Tak terbayangkan padatnya jalanan, sehingga memakan waktu nyaris dua jam.
Dru duduk di kursi kayu yang ada di pendopo, wajahnya datar tanpa ekspresi. Tio memperhatikan bahwa tempat peminjaman baju pengantin itu telah sepi. Jendela-jendelanya yang besar telah ditutup, bahkan tempat parkir pun sudah kosong hanya menyisakan mobilnya dan mobil Dru yang basah kena Hujan.” Hal. 136-137
Ø  Waktu :
1.     Pagi hari
“oleh karena itu, dia memiliki ritual pagi hari, yaitu….” (hal. 1)
2.     Malam hari
“ malam itu, Tio tidak bisa tidur” hal. 66
3.     Sore hari
“Sinar matahari sore menyelip masuk lewat tirai yang tersingkap. Menciptakan garis keemasan yang jatuh menimpa lantai kramik putih dibawahnya.” hal 215
4.     Jumat
“Satu hal yang luput dari perhitungannya adalah bahwa hari ini hari Jumat, hari termacet. Tak terbayangkan padatnya jalanan, sehingga memakan waktu nyaris dua jam.” hal. 136
5.     Sehabis Hujan
“Becek akibat hujan deras diterabas begitu saja oleh Tio. Satu hal yang luput dari perhitungannya adalah bahwa hari ini hari Jumat, hari termacet. Tak terbayangkan padatnya jalanan, sehingga memakan waktu nyaris dua jam.
Dru duduk di kursi kayu yang ada di pendopo, wajahnya datar tanpa ekspresi. Tio memperhatikan bahwa tempat peminjaman baju pengantin itu telah sepi. Jendela-jendelanya yang besar telah ditutup, bahkan tempat parkir pun sudah kosong hanya menyisakan mobilnya dan mobil Dru yang basah kena Hujan.” Hal. 136-137
6.     Tiga tahun kemudian
“Tio telah enam bulan pergi, setelah dua tahun lebih bertahan dan berjuang melawan kanker yang menggerogotinya.” hal. 213
Ø  Suasana :
1.     Rindu
“saya seolah sedang bercakap-cakap dengannya” hal. 1
2.     Tidak nyaman
“Betapapun seringnya ke sini, dia tak kunjung terbiasa dengan suasanany. Angin yang seharusnya menyejukan terasa kering dan mengkis kulitnya.” hal.5
3.     Antara percaya dan tidak percaya
saat tio di diagnosis, Ia mengindap Luekemia
“Mana mungkin, kata hatinya. Tetapi, mungkin saja, bisik otaknya.” hal.31
4.     Sepi
Dru duduk di kursi kayu yang ada di pendopo, wajahnya datar tanpa ekspresi. Tio memperhatikan bahwa tempat peminjaman baju pengantin itu telah sepi. Jendela-jendelanya yang besar telah ditutup, bahkan tempat parkir pun sudah kosong hanya menyisakan mobilnya dan mobil Dru yang basah kena Hujan.” Hal. 136-137
5.     Kecewa
“aku bisa menerima keterlambatanmu, kita bisa di schedule fitting besok atau lusa. Tapi yang aku tidak sangka adalah kamu berani berbohong.” Hal 137 sampai 138
6.     Menyesakan
“Tio menunduk. Di sinilah akhirnya, ujung segala sandiwara, segala basa- basi, segala keterpaksaan atau benarkah begitu? Mengapa hatinya terasa nyeri? Mendengar perkataan Dru? Seharusnya Ia meloncat kesenangan, kan sekarang Ia bebas.” hal. 140
7.     Haru bahagia
“Aku tidak tahu apakah aku harus berlutut atau tidak, atau kalimat mana yang harus aku ucapkan supaya tidak terdengar terlalu norak.” Tio berdeham. “Tapi, sepertinya cinta memang membuat seseorang kehilangan akal sehat. Dan disinilah aku, akhirnya memahami apa yang selama ini hatiku berusaha sampaikan. Aku mencintaimu, Dru”
Tio menunggu, membiarkan kalimat-kalimatnya terserap. Kemudian, “Aku mencintaimu, dan ingin menukah denganmu. Maukah kamu menjadi istriku?”
Dru tidak menjawab, tapi Ia memeluk erat leher Tio. “haruskah aku menjawab?” Bisik Dru di telinga Tio.
“sepertinya aku tahu jawabannya, tapi aku tidak keberatan untuk sekali lagi mendengarnya,” jawab Tio, semakin mengeratkan pelukannya di pinggang gadis itu.
Yes, Tio, I do....” Kebahagiaan murni menyeruak dari kalimat pendek Dru itu.

d)     Alur :
Alur yang ada di novel ini maju mundur maju, untuk setiap adegan yang flashback di tandai dengan tulisan miring seperti pada bab dua.
“Tio meringis. Pijakan kakinya…..senyuman gadis itu membuatnya tak keberatan dengan rasa sakit di tangan kanannya. Perlahan diraihnya tangan gadis itu.” hal. 23-34
Lalu novel ini di mulai pada masa depan, lalu dibab pertama masa sekarang, ada beberapa flashback di setiap babnya, hingga epilog di masa depan.
Adapun alur
Ø  Perkenalan
Pembukaan cerita dimulai dari Prolog yaitu pada masa depan, yaitu pada halaman 1
“ Prolog
Perempuan tua itu pernah bilang, sesungguhnya hidup tidak berakhir ketika nyawa meninggalkan badan, melainkan tersambung di atas sana, entah lapis langit keberapa. Mereka telah pergi hanya melanjutkan hidup di tempat yang berbeda, memantau kita yang masih menghuni bumi dari tempatnya yang tinggi. Oleh karena itu, dia memiliki ritual pagi hari, yaitu menyapa langit, menyapa kekasihnya.”
Untuk perkenalan konflik cerita dimulai dari Tio merasa penyakit ibunya akhir-akhir ini sedang mengenyam ditubuhnya halaman 6.
“Saat ini Tio merasa takut. Gambaran tentang hari demi hari saat penyakit itu mulai menetap di tubuh ibunya rerbayang lagi diingatannya. Dia berdoa semoga apa yang dialaminya akhir-akhir ini bukan merupakan gejala penyakit yang sama.”
Ø  Penanjakan Konflik
Penanjakan konflik cerita ini ada di halaman 20 sampai 21 yaitu saat dimana Tio pingsan,
“Tisu? Untuk apa?
Tapi dengan segera Tio merasakamn sesuatu mengarilo pelan dari hidungnya. Diangkatnya punggung tangan untuk mengusap.
Mimisan?
Sedikit panik dan canggung, tio berdiri dari kursinya. “maaf saya permisi ke toilet dulu. Saya..”
Kalimat itu tidak pernah selesai. Kepala Tio kiat berdentam. Tubuhnya makin terasa melayang. Kakinya bahkan serasa tak menyentuh lantai berkapet tebal itu. Pandangannya kabur tanpa fokus. Samar-samar dilihatnya Martin mengulurkan tangan untuk membantu. Tetapi badannya kian limbung, dan Tio pin ambruk.”
Setelah Tio pingsan ternyata Tio menderita penyakit Luekimia, seperti yang dibicarakan dokter Eka, di halaman 31.
“saya ingin memastikan apakah gejala-gejala yang kamu alami mengarah pada..…” Dokter Eka berhenti sebentar, seakan tak mampu mengucapkannya “Luekemia,”
Karena dokter Eka, menyarankan Tio untuk memeriksakaan penyakitnya ke rumah sakit Dharmais, Tio pun mengikuti bermacam-macam pemeriksaan dan ternyata apa yang Tio alami, sama dengan apa yang Ibunya alami.
“Saya sudah membaca hasil diagnosis Bapak Tio,” dokter Herman membuka ucapannya. “Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih yang sangat tinggi, dan penurunan jumlah trombosit dan hemogoblin dalam sel-sel darah merah.”
This is not gonna be good, Tio menunggi dengan jantung berdegup kencang. Tanpa sadar, dia mengelap telapak tangannya yang berkerungat pada celana jins.
“Pak Tio,” Dokter Herman berkata, “Tidak ada cara yang mudah untuk mengatakan hal ini, tetapi baik hasil pemeriksaan dan gejala-gejala yang ditunjjukkan oleh tubuh Anda, menunjjukan bahwa terdapat sel-sel luekimia dalam darah Anda.”
Kalimat terakhir Dokter Herman terdengar seperti kaset rusak di telinga Tio, berat, lambay dan dipanjang-panjangkan. Leeuuukeemiiaaaa….
Ø  Klimaks
Setelah Tio didiagnosis dokter, Tio memberitahu Dru, Dru dengan sepenuh hati menemani Tio kemoterapi, membuatkan masakan dan selalu ada untuk Tio,
Klimaks dari cerita ini adalah, ketika rena datang dan Tio yang ada janji dengan Dru untuk fitting baju pun Ia lupakan sehingga, membuat Dru memutuskan pertunangan mereka.
“Sebaiknya kta berpisah. Iya lebih baik kita akhiri saja kepura-puraan selama ini,” Dru berkata pelan.
Tio menunduk. Di sinilah akhirnya, ujung segala sandiwara, segala basa- basi, segala keterpaksaan atau benarkah begitu? Mengapa hatinya terasa nyeri? Mendengar perkataan Dru? Seharusnya Ia meloncat kesenangan, kan sekarang Ia bebas.” hal 139-140
Ø  AntiKlimaks
Anti klimaksnya adalah saat Tio bertemu kembali dengan Rena, membicarakan tentang diri masing-masing, saat itu Tio menyadari bahwa selama ini Ia mencintai Dru, dan mencoba untuk memperbaiki semuanya.
“Perbincangannya dengan Rena tadi membuat Tio tersadar, bahwa sesungguhnya dia sangat merindukan Dru. Betapa banyak yang telah dilakukan Dru untuknya. Betapa besar pengorbanan Dru. Dan betapa dia telah menyakiti gadis itu
Sesuai perintah Tio, taksinya berbelok ke sebuah mall di kawasan senayan. Langkah kakinya tegas memasuki toko perhiasan di salah satu lantainya.
wedding ring,” ucapannya mantap saat pramuniaba ramah bertanya apa yang dicarinya
Ya, Tio ingin melamar Dru sekali lagi. Kali ini dengan separuh tekadnya. Tidak seperti sebelumnya, saat dia tak yakin apa yang akan dilakukannya. Dia menyesal kalau hal ini tidak dilakukannya. Bodoh rasanya, menyia-nyiakan gadis sebaik Dru.” (hal. 192)
Ø  Penyelesaian
Setelah Tio membeli cincin kembali, dan memulai mengikuti bidding dari PT Husada sekali lagi, Tio masuk rumah sakit dan pingsan, ketika sadar Tio mencoba untuk melamar Dru kembali.
“Aku tidak tahu apakah aku harus berlutut atau tidak, atau kalimat mana yang harus aku ucapkan supaya tidak terdengar terlalu norak.” Tio berdeham. “Tapi, sepertinya cinta memang membuat seseorang kehilangan akal sehat. Dan disinilah aku, akhirnya memahami apa yang selama ini hatiku berusaha sampaikan. Aku mencintaimu, Dru”
Tio menunggu, membiarkan kalimat-kalimatnya terserap. Kemudian, “Aku mencintaimu, dan ingin menukah denganmu. Maukah kamu menjadi istriku?”
Dru tidak menjawab, tapi Ia memeluk erat leher Tio. “haruskah aku menjawab?” Bisik Dru di telinga Tio.
“sepertinya aku tahu jawabannya, tapi aku tidak keberatan untuk sekali lagi mendengarnya,” jawab Tio, semakin mengeratkan pelukannya di pinggang gadis itu.
Yes, Tio, I do....” Kebahagiaan murni menyeruak dari kalimat pendek Dru itu.

e)     Amanat : ungkapkanlah perasaanmu, jangan hanya dipendam saja. Teruslah berjuang untuk hidup dan cintamu

f)      Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan gaya bahasa yang tidak terlalu berat
“bincangan orang-orang dan keriuhan kendaaraan layaknya berasal dari dimensi yang berbeda” (hal. 5) dalah majas asosiasi

g)     Sudut pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah orang ketiga, penulis sebagai pengamat yang serba tahu. Dari awal hingga akhir sudut pandang novel ini adalah orang ketiga. “Perempuan tua itu pernah bilang…….” dalam prolog hal.1. lalu pada bab 1 pun, “Tio berdiri tanpa bergerak…..” hal. 5.
Bab 2 pun sama, “Tio meringis. Pijakan kakinya terasa mantap….” hal 23 bab 7, “Tio tercenung dibawahnya, membiarkan tiap inci…” hal. 143, hingga epilog pun tetap orang ketiga yaitu “Dru terbatuk, isak yang tertahan selalu ada….” hal 214.

2.     Ekstrinsik
a)     Latar Belakang Penulis
Ø  Vanny PN


Perempuan ini berdarah campuran Minang - Jawa - Sunda. Itulah sebabnya dia kerap bingung ketika ditanya asal dari mana. Yang penting Indonesia. Lahir tahun 1987, bulan Oktober, tanggal 21, di Sawahllunto, Sumatera Barat. Vanny adalah aeorang karateka, eks duta wisata, penyandang gelar master pariwisata, penggila baca, dan alumni kelas novel dasar PlotPoint. Saat ini dia bekerja di sebuah maskapai penerbangan nasional. Semua ditekuni di kehidupannya yang kadang pedas, kadang gurih, kadang segar, kadang asin. Persis gado-gado.

Ø  Kei Larasati

Sagitarius dengan golongan darah B. lulusan Ilmu Komunikasi yang tidak terlalu pandai berkomunikasi. Lebih senang ngayal dan nulis. Alumni kelas novel dasar PlotPoint. Jatuh cinta dengan Manchester United. Seneng ngoceh di Twitter di bawah akun @keichirou. Sekarang jadi editor merangkap penulis di sebuah portal online, cocok buat seseorang yang dicurigai menderita Grammar Pedantry Syndrome.